“ETOS
KERJA”
D
I
S
U
S
U
N
Oleh
KELOMPOK : 6
SARTIKA DEWI HRP
MANAGEMEN PENDIDIKAN ISLAM-2
SEMESTER II
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Segala puji syukur hanya untuk Allah yang mengatur alam
semesta,shalawat dan salam untuk junjungan Muhammad SAW beserta seluruh para
sahabat beliau dankeluarganya, semoga kita tetap mendapatkan limpahan
syafa’atnya dari dunia teristimewa di hari kiamat kelak.
Dengan
rasa kebahagiaan yang mendalam, kami persembahkan makalah ini yang berjudul “ ETOS
KERJA” .Dihadapan para pembaca khususnya untuk menelaah ajaran Hadist.
Karena
pentingnya ilmu ini, maka ilmu filsafat harus diajarkan kepada setiap
pendidikan dari sekolah dasar hingga keperguruan tinggi khususnya di UIN SU.
Dan mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dalam mengenal sumber ajaran Hadist.
Medan,07 April
2015
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
“Etos” berasal dari bahasa Yunani “ethos”, yang artinya “watak
atau karakter”.Etos kerja dapat di artikan sebagai sikap dan semangat yang ada
pada diri individu atau kelompok tentang atau terhadap kerja.Etos kerja menyangkut
masalah mentalis orangg, kelompok atau bangsa. Dalam kajian ilmu managemen
modern, etos kerja ini menyangkut masalah “sikap” dan “motivasi” disamping
lingkungan. Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hamper mendekati
pada pengertian nilai-nilai atau akhlak yang berkaitan dengan baik buruk moral
sehingga dalam etos kerja tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat
kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya
untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Rosulullah
saw. bersabda :
لَاْنْ يَاْخُذَأَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَأ تِيَ
بِحُزْمَةِ اْلحَطَبِ عَلَىَ ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا فَيَكَفَّ اللهُ بِهَا
وَخْهَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ
النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْمَنَعُوهُ
Artinya “ Kalau kalian mau mengambil
seutas tali kemudian menggunakannya untuk mengikat kayu bakar, menggendongnya
di atas punggungnya kemudian menjualnya agar Allah menyelamatkan kehormatan
dirinya adalah lebih baik dari pada dia meminta-minta kepada orang lain, yang ada
kalanya dia diberi atau tidak”.(HR. Bukhari-Muslim).
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa bekerja adalah aktivitas yang sangat mulia.Dengan
bekerja, kita menjaga kehormatan dan kemuliaan diri. Dengan bekerja kita bias
memenuhi kebutuhan kita sehari-hari tanpa harus mengorbankan harga diri dengan
meminta-minta terhadap orang lain.
B.
Rumusan
masalah
Dalam makalah ini akan membahas tentang:
1.
Bagaimanakah pekerjaan yang paling baik?
2.
Bagaimanakah pendapat tentang larangan meminta minta?
3. Bagaimanakah mukmin yang kuat mendapat pujian?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pekerjaan Yang Paling Baik
(Dari Rifa’ah
bin Rafi’I berkata bahwa nabi Saw. ditanya, “Apa mata pencaharian yang paling
baik?” Nabi menjawab, “Seseorang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual
beli yang bersih.” (Diriwayatkan oleh Bazzar dan disahkan oleh Hakim).[1]
Penjelasan Hadis inimengajarkan pada umat manusia agar senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.Tidak dibenarkan seseorang muslim berpangku tangan
saja atau berdoa mengharapkan rezeki datang dari langit tanpa mengiringinya dengan
usaha. Namun demikian tidak dibenarkan pula terlalu mengandalkan kemampuan diri
sehingga melupakan pertolongan Allah dan tidak mau berdoa kepada-Nya. Usaha yangpaling baik adalah usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri atau usaha yang menekankan kemandirian dan perdagangan.
Banyak ayat Al-qur’an yang menyuruh manusia
untuk bekerja dan memanfaatkan berbagai hal yang ada di dunia untuk bekal hidup
dan mencari perhidupan di dunia.
Setiap kaum muslimin yang ingin mencapai kemajuan
hendaknya harus bekerja keras. Telah menjadi sunatullah di dunia bahwa
kemakmuran akan dicapai oleh mereka yang bekerja keras dan memanfaatkan segala
potensinya untuk mencapai keinginannya. Sesungguhnya, Allah telah menyediakan rezeki dan karunia yang luas bagi manusia.
‘Athiyah Muhammad Salim mengisyaratkan bahwa hadist diatas merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk melakukan kerja keras. Hal itu
direfresentasikan oleh kata al kasb yang ditemukan di dalam hadist. Sebaian ulama mengatakan bahwa
al kasb mencakup seluruh aktivitas kerja. Semuanya dapat dikembalikan
kepada tiaga pokok yaitu: pertanian (peternakan), perdagangan, dan keterampilan.
(Sebaian ulama berpendapat bahwa seluruh usaha dapat dikembalikan
kepada pertanian, prdagangan, dan keterampilan. Artinya, tiga usaha ini merupakan
media pertumbuhan ekonomi).[2]
Dalam ajaran islam, pemeluknya diajarkan agar giat berusaha mencari rezeki untuk
kebutuhan nafkahhidupnya dan keluarganya. Siapapun tidak dibenarkan untuk
berpangku tangan, hanya berdoa dan menafikan ikhtiar mencari nafkah. Bahkan
Allah menegaskan dalam ayatnya, bahwa
setiap orang orang yang menafkahkan hartanya akan mendapatkan balsan dari Allah
SWT. Manusia hanya dituntut oleh Allah untuk mencari dan berusaha terahadap
rezeki yang disediakan. Ikhtiar adalah
suatu kewajiban, dan tanpa ikhtiar manusia tidak akan dapat meraih nikmat Allah
lebih banyak dan rezeki yang sudah ia terima.
Ketika manusia bekerja dan
mengakibatkan kelelahan, maka
kelelahan itu sendiri merupakan sisi lain keuntungan bagi dirinya sendiri.
Karena Nabi saw bersabda:
(Dari Ibn Abbas, ia berkata,”
Aku pernah mendengar Rasulullah saw.bersabda, “Siapa yang merasa letih di malam
hari karena bekerja maka dimalam itu dia diampuni.”).[3]
Berdasarkan hadist Nabi
saw.di atas dapat dipahami bahwa usaha yang paling baik adalah bekerja dengan tangan dan berdagang dengan baik dan benar. Hadist ini selain menegaskan keniscayaan berusaha, juga menunjukkan pekerjaan yang baik, yaitu wiraswasta yang diasosiasikan dengan tangan dan perdagangan yang diasosiasikan an jual beli yang baik. Menciptakan lapangan kerja merupakan sisi lain dari ibadah kepada Allah.
Sebab, disan ia banyak membantu para hamba Allah untuk mendapatkan pekerjaan
yang penghasilan guna membutuhi kebutuhannya dan keluarganya.
Berusaha bukanla tujuan akhir
dari kehidupan manusia. Demikin juga keuntungan yang akan diperolehbukan satu satunya yang dituju. Dalam konsep islam berusaha merupakan perintah
Allah untuk mendapatkan kehidupan yang layak dalam memenuhi hajat hidupnya. Di samping itu juga
untuk mencari keridhaan Allah SWT. Oleh sebab itu, usaha yang ditempuhharuslah
sesuai dengan ketentuan halal dan haramnya yang
sudah ditetapkan oleh Allah SWT.[4]
Ketika seseorang sudah
mendapatkan keuntungan dari usahanya, maka keniscayaan yang lain yangharus
dilakukannya adalah tetap bersyukur kepada Allah atas hasil yang diterimanya,
baik sedikit maupun banyak. Dalam kaitan ini Allah berfirman dalam surah al
a’raf ayat 10:
Artinya: ”(Sesungguhnya kami
telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagi mu di muka
bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.)”.
B.
Larangan Meminta Minta
Artinya:
“(ibnu Umar r.a. berkata “Ketika Nabi SAW. Berkhutbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan minta-minta, beliau bersabda, “Tangan yang diatas lebih baik daripada tngan yang dibawah, tangan yang diatas memberi dan tangan yang dibawah meminta.“).[5]
“(ibnu Umar r.a. berkata “Ketika Nabi SAW. Berkhutbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan minta-minta, beliau bersabda, “Tangan yang diatas lebih baik daripada tngan yang dibawah, tangan yang diatas memberi dan tangan yang dibawah meminta.“).[5]
(Hakim bin hazim berkata
“Nabi SAW bersabda, “Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yng dibawah,
dan dahulukan keluargamu (orang-orang yang wajib kamu beri belanja), dan
sebaik-baiknya sedakah itu dari kekayaan (yang berlebihan), dan siapa yang
menjaga kehormatan diri (tidak minta-minta), maka Allah akan mencukupinya,
demikian pula siapa yang beriman merasa sudah cukup, maka Allah akan membantu
memberinya kekayaan.” (Dikeluarkan oleh imam Bukhari dalam “Kitb Zakat” bab
“Tidak ada zakat kecuali dari orang yang kaya)[6]
(“Abu hurairah r.a. berkata:
Rasulullah SAW bersabda Jika seseorang itu pergi mencari kayu lalu diangkat
seikat kayu diatas punggungnya (yakni untuk dijual di pasar), maka itu lebih
baik daripada minta kepada seseorang baik diberi atau ditolak.” (Dikeluarkan oleh imam Bukhari dalam kitab,”Jual
Beli Buyu” bab “Kasab seseorang laki-laki dan bekerja dengan tangannya
sendiri.”)[7]
Penjelasan:
Islam sangat mencela orang yang mampu untuk
berusaha danmemiliki badan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, melainkan
hanya menggantungkan hidupnya pada orang lain. Misalnya dengan cara meminta-
minta. Keadaan seperti itu sangat tidak sesuai dengan sifat umat islam yang
mulia dan memiliki kekuatan. Sebaimana dinyatakan dalam firman (Q.S. munafiqun :8)
“(Kekuatan itu bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi
kaum mukminin”. (Q.S.munafiqun: 8).
Artinya, mereka yang meminta-minta ini tidak hanya
merendahkan dirinya tapi juga mereka telah merendahkan agama islam yang
melarang perbuatan tersebut. Bahkan ia dapat dikategorikan sebagai kufur nikmat,
karena tidak menggunakan tangan dan anggota badannya untuk berusaha dan mencari
rezeki sebagaimana di perintahkan syara’. Padahal Allah pasti akan memberikan
rezeki kepada setiap makhlukNya yang berusaha.
Dalam
ketiga hadis diatas dinyatakan secara tegas bahwa tangan diatas (pemberi)lebih
baik dan tinggi derajatnya daripada tangan yang dibawah (orang yang
diberi).Meskipun usaha yang kita lakukan dipandang hina oleh manusia, itu lebih
baik daripada meminta-minta. Padahal harta yang diperoleh dari minta-minta
itu sama dengan mengumpulkan bara api, sebagaimana sabdaRasul:
“(Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “siapa
yang meminta-minta untuk memperbanyak kekayaannya, ia tiada lain hanya
memperbanyak bara api. Maka terserah padanya, apakah ia akan mengurangi atau
memperbanyaknya”. (H.R.Muslim)[8]
Dalamhadist di atas
dapat di singgung tentang etika
memberikan bantuan kepada orang lain, yaitu mengutamakan keluarga terdekat,
kerabat terdekat dan seterusnya. Dengan kata lain, tidak mengutamakan
memberi kepada orang lain sementara diri dan keluarganya kelaparan.
Dengan demikian, maka tidak boleh terlalu kikir
ataupun terllu berlebihan dalam memberikan sesuatu kepada orang lain.
Bagi orang yang selalu membantu
orang lain, akan mendapatkan pahala kelak diakhirat, dan Allah juga akan
mencukupkan rezekinya di dunia. Dengan demikin, pada hakikatnya dia
telah memberikan rezekinya untuk kebahagiaan dirinya
dan keluarganya. Karena Allah SWT akan
memberikan balasan yang berlipat dari bantuan yang ia berikan
kepada orang lain.
Orang yang tidak meminta minta dan menggantungkan hidupnya dengan orang lain meskipun hidupnya serba
kekurangan, lebih terhormat dalam
pandangan Allah SWT. Dan Allah
akan memuliakannya dan mencukupinya. Orang islam harus berusaha memanfaatkan
karunia yang diberikan oleh Allah yang
berupa kekuatan dan kemampuan dirinya untuk mencukupi hidupnya disertai doa
kepada Allah.
Adanya kewajiban berusaha bagi manusia, tidak berarti bahwa
Alla SWT.tidak berkuasa untuk mendatangkan rezeki begitu saja kepada manusia, tetapi
dimaksudkan agar manusia menghargai dirinya sendiri dan usahanya. Sekaligus agar tidak
berlaku semena mena atau melampaui batas. Sebagaimana
dinyatakan oleh Syaqiq Ibraim)[9]
dalam menafsirkan ayat.
Artinya:
“( Seandainya Allah melapangkan rezeki kepada hambaNya pasti mereka melampaui batas (bejat moral), tetapi Allah memberinya menurut sekehendakNya secara detail dan mengawasinya.)”
Artinya, seandainya Alla SWT memberikan rezeki kepada
manusia yang tidak mau berusaha, pasti
manusia semakin rusak dan memiliki banyak peluang untuk berbuat
kejahatan. Akan tetapi, dia Mahabijaksana dan memerintahkan manusia
untuk berusaha agar manusia tidak banyak berbuat kerusakan.
C. Mukmin Yang Kuat Mendapat Pujian
Artinya :”( Abu Hurairah r.a. berkata
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebah baik dan lebih
dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan dalam segala sesuatu ia dipandang
lebih baik. Raihlah
apa yang memberikan manfaat bagimu. Minta tolonglah kepada Allah.janganlah
lemah! Kalau engkau tertimpa sesuatu, janganlah berkata, ‘kalau aku berbuat
begini, pasti begini dan begitu tetapi katakanlah “Allah SWT telah menentukan
dan Allah menghendaki aku untuk berbuat karena kata “kalau” akan mendorong pada
perbuatan setan.)” (H.R.Muslim)[10]
Penjelasan
:
Hadist di atas
mengandung tiga perinta dan dua larangan yaitu:
1.
Memperkuat iman
Keimanan seseorang akan membawa kepada kemuliaan baginya, baik di
dunia maupun diakhirat. Kalau keimanannya kuat dan selalu diikuti
dengan melakukan amal saleh, ia akan
mendapatkan manisnya iman. Sebagimana firman Alla SWT (Q.S. An Nal:97).
Artinya:
“ Barang siapa yang mengajarkan amalan saleh, baik laki laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik, dan sesungguhnya Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan.”
Setiap orang mempunyai tingkat keimanan yang berbeda-beda.Ada
yang kuat imannya dan ada yang lemah. Orang yang kuat imannya akan selalu
mengisi keimanannya dengan amal shaleh, seperti memerintahkan kebaikan dan melarang kemunkaran, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, memberi sedekah dan lainnya, sehingga akan memberikan kemuliaan bagi dirinya.[11]
Sedangkan orang yang
lemah imannya ia tidak mau mengerjakan kewajibannya sebagai orang yang beriman.
Kuat tidaknya iman seseorang,tidak hanya dapat dilihat dari tingkah lakunya,
tapi juga dapat dipahami dalam realitas kehidupan. Misalnya dari segi kekuatan
badan, tidak loyo, tegar, dll. Orang yang kuat jasmaninya, akan siap untuk
beribadah dan berjuang untuk membela agama Allah SWT.Maka dari itu kita harus
selalu menjaga keimanan kita dan mnghiasinya dengan sesuatu yang positif.
2.
Perintah untuk memanfaatkan waktu
Manfaatkanlah waktu sebaik
mungkin dan seefektif mungkin untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik
untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Karena Rasulullah SAW menginginkan umatnya mendapatkan
kebagiaan didunia maupun diakhirat.Dalam realita kehidupan, banyak orang yang
sukses dan berhasil karena mereka benar-benar memanfaatkan waktunya sebaik
mungkin. Pepatah arab mengatakan:
“(waktu itu bagaikan pedang,
jika kamu tidak memanfaatkannya (menggunakannya untuk memotong), ia akan
memotongmu (menggilaskanmu).”
3. Memohon pertolongan Allah SWT
Setiap perbuatan yang kita lakukan harus dibarengi
dengan doa, karena ikhtiar saja tidak cukup. Seseorang tidak akan mencapai
kesuksesan tnpa pertolongan Allah. Maka dari itu, perbanyaklah doa agar Allah
selalu menolong apa yang kita lakukan. Dalam shalat perbanyaklah membaca:
“(Hanya kepada-Mu aku beribadah dan hanya kepada-Mu
aku memohon pertolongan.” (Q.S.Al Fatihah: 5)
Orang yang tidak pernah memohon pertolongan kepada
Allah, ia dianggap sombong dan keimanannya masih dipertanyakan.
4. Larangan membiarkan kelemahan
Setiap orang
harus berusaha untuk mengubah segala kelemahan yang ada pada dirinya karena
Allah SWT tidak akan mengubahnya kalau orang tersebut tidak berusaha mengubahnya.
Fiman Allah: (Q.S.Ar Ra’du: 11)
“(Sesungguhnya Allah tidak
akan mengubah suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaannya.)”
5. Larangan
untuk menyatakan “kalau” (seandainya begini
dan begitu pasti hasilnya
begini)
Dalam alam berusaha, kita tidak dapat memastikan
selamanya akan berhasil, pasti akan ada kegagalan. Pernyataan “kalau begini dan
begitu” merupakan godaan setan untuk mendahului kehendak Allah SWT bahwa suatu
usaha akan berhasil jika Allah tidak menghendakinya.[12]
BAB III
KESIMPULAN
Dari dalil hadis dan ayat al-Qur’an di atas dapat
difahami bahwa etos kerja dalam islam adalah sangat penting karena hal tersebut
merupakan ajaran islam. Orang yang tidak memiliki semangat bekerja sebenarnya
manusia yang demikian adalah manusia yang dikategorikan belum sempurna
keislamannya, imannya serta tanggung jawabnya dimuka bumi ini.
Adapun hadist mengenai etos kerja diantaranya:
Hadist mengenai pekerjaan yang paling baik, larangan meminta-minta. Adapun
pekerjaan yang paling baik adalah seseorang yang bekerja dengan tangannya
sendiri dan berdagang ataupun berjualan yang bersih.Adapun pekerjaan yang
kurang disukai Allah SWT ataupun dilarang adalah meminta-minta atau mengemis.
DAFTAR PUSTAKA
Bahreis , Hussein, Hadits Shahih Bukhari-Muslim, Surabaya:Karya
Utama.
Abdul Hamid. 2015. Hadis
Seputar Islam dan Tata Kehidupan. Bandung : Cita Pustaka Media.
Rachmat Syafe’i. 2010. Al Hadis Aqidah, Akhlaq,
Sosial dan Hukum. Bandung : Pustaka Setia.
Ibn Hajar al asqalani. Fath al Bari,
Juz I.( Beirut , Libanon, Dar al Fikr,tt).
Mun’im , Abdul. 2009. Akhlak Rasul menurut Bukhori dalam Muslim. Jakarta: Gema Insani.
Tholhah , Muhammad. 2005. Islam dan Masalah Sumber daya
Manusia, Jakarta; Lantabora Press.
DAFTR PUSTAKA
[1] . Abdul Hamid, Hadis Seputar Islam dan Tata Kehidupan,(
Bandung: Citapustaka), 2010. Hlm.114
[4] Ramli Abdul Wahid, h. 130.
[5]Rachmad Syafe’i, Al-Hadis Aqidah,Akhlaq,Sosial,dan Hukum,(
Bandung: Pustaka Setia), 2000. Hlm.118-121
[6]Rachmad Syafe’i, Al-Hadis Aqidah,Akhlaq,Sosial,dan Hukum,(
Bandung: Pustaka Setia), 2000. Hlm.118-121
[7]Rachmad Syafe’i, Al-Hadis Aqidah,Akhlaq,Sosial,dan Hukum,(
Bandung: Pustaka Setia), 2000. Hlm.118-121
[8]Rachmad Syafe’i, Al-Hadis Aqidah,Akhlaq,Sosial,dan Hukum,(
Bandung: Pustaka Setia), 2000. Hlm.123-124
[10]Rachmad Syafe’i, Al-Hadis Aqidah,Akhlaq,Sosial,dan Hukum,(
Bandung: Pustaka Setia), 2000. Hlm.125-126
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
................................................................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
............................................................................................................ 1
Bab II Pembahasan
........................................................................................................... 2
A.
Pekerjaan yang
paling baik ..................................................................................... 2
B.
Larangan meminta
minta......................................................................... ..........4
C.
Mukmin yang
kuat mendapat pujian ................................................................ 7
Bab III Penutup ................................................................................................................. 11
Kesimpulan
....................................................................................................................... 11
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 12
ii
